PENGERTIAN ETIKA SEBAGAI SALAH SATU CABANG FILSAFAT
PRAKTIS DAN DIKEMBANGKAN PENGERTIAN PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA
1.
Latar
Belakang
Pembahasan etika meliputi nilai etika dan norma etika, membicarakan
perilaku manusia dalam hidupnya. Sebagai cabang filsafat, etika sangat
menekankan pendekatan kritis dalam melihat nilai etika dan mengenai norma
etika. Etika merupakan sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai etika
dan pola perilaku hidup manusia. Etika membicarakan soal nilai yang merupakan
salah satu dari cabang filsafat. Etika bermaksud membantu manusia untuk
bertindak secara bebas dan dapat dipertanggung jawabkan karena setiap
tindakannya selalu dipertanggung jawabkan.
Etika sebagai cabang filsafat merupkan sebuah peranan seperti halnya agama,
politik, bahasa, dan ilmu-ilmu pendukung yang telah ada sejak dahulu kala dan
diwariskan secara turun temurun. Etika sebagai cabang filsafat menjadi refleksi
krisis terhadap tingkah laku manusia, maka etika tidak bermaksud untuk membuat
orang bertindak sesuatu dengan tingkah laku bagus saja. Ia harus bertindak
berdasarkan pertimbangan akal sehat, apakah bertentangan atau membangun tingkah
laku baik.
2.
Pengertian Filsafat
Pengertian filsafat dalam sejarah perkembangan pemikiran kefilsafatan
antara satu ahli filsafat dan ahli filsafat lainnya selalu berbeda dan hampir
sama banyaknya dengan ahli filsafat itu sendiri. Menurut
Surajiyo Pengertian filsafat dapat ditinjau dari dua segi, yakni secara
etimologi dan terminologi (Surajiyo: 2010).
a.
Arti Secara
Etimologi
Filsafat dari kata philo yang berarti
cinta dan kata sophos yang berarti ilmu atau
hikmah. Secara etimologi filsafat berarti cinta terhadap ilmu dan
hikmah. Dalam hubungan ini al-Syabani berpendapat, bahwa filsafat bukanlah
hikmah melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan
perhatian padanya dan menciptakan sikap positif terhadapnya. Untuk itu ia
mengatakan bahwa filsafat berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan
sebab dan akibat dan berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia.
b.
Arti Secara
Terminologi
Menurut istilah (terminologi) filsafat adalah cinta
terhadap hikmah dan berusaha mendapatkan falsafah Islam, memusatkan perhatian
pada falsafah Islam dan menciptakan sikap positif terhadap falsafah Islam.
Filsafah Islam merupakan medan pemikiran yang terus berkembang dan berubah.
Dalam kaitan ini, diperlukan pendekatan historis terhadap filsafat islam yang
tidak hanya menekankan pada studi tokoh, tetapi yang lebih penting lagi adalah
memahami proses dialektik pemikiran yang berkembang melalui kajian-kajian
tematik atas persoalan-persoalan yang terjadi pada setiap zaman. Istilah
filsafat dapat ditinjau dari dua sagi, yaitu:
1)
Segi semantik: filsafat berasal dari
bahasa Arab yaitu falsafah. Dari bahasa Yunani yaitu philosophia, yaitu
pengetahuan hikmah (wisdom). Jadi, philosophia berarti
cinta pengetahuan, kebijaksanaan dan kebenaran. Maksudnya ialah orang
menjadikan pengetahuan sebagai tujuan hidupnya dan mengabadikan dirinya kepada
pengetahuan.
2)
Segi praktis, filsafat yaitu alam
pikiran artinya berfilsafat itu berpikir. Orang yang berpikir tentang filsafat
disebut filosof, yaitu orang yang memikirkan hakikat segala sesuatu dengan
sungguh-sungguh di dalam tugasnya. Filsafat merupakan hasil akal manusia yang
mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya. Jadi, filsafat
adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala
sesuatu. (M. Yatimin Abdullah: 2006)
Pengertian lain Burhanuddin Salam (2009) dalam pengantar
filsafatnya mengemukakan pengertian filsafat dalam arti sempit dan
dalam arti yang luas. Arti sempit dari filsafat, filsafat diartikan suatu ilmu
yang berhubungan dengan metode logis atau analisis logika bahasa dan
makna-makna, filsafat diartikan sebagai “Science of science”, di mana
tugas utamanya memberikan analisis kritis terhadap asumsi-asumsi dan
konsep-konsep ilmu, dan mengadakan sistematisasi atau pengorganisasian
pengetahuan. Dalam pengertian yang lebih luas, filsafat mencoba
mengintegrasikan pengetahuan manusia dari berbagai lapangan pengalaman manusia
yang berbeda-beda dan menjadikan suatu pandangan yang komprehensif tentang alam
semesta, hidup dan makna hidup. Selanjutnya beliau secara singkat mengemukakan
makna daripada filsafat, yaitu:
1.
Filsafat adalah suatu sikap tentang
hidup dan tentang alam semesta
2.
Filsafat ialah suatu metode berpikir
reflektif, dan penelitian penalaran
3.
Filsafat ialah suatu perangkat
masalah-masalah
4.
Filsafat ialah seperangkat teori dan
sistem berpikir. (Burhanuddin Salam: 2009)
3.
Hubungan Etika dengan Ilmu Filsafat
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berusaha mengkaji segala sesuatu yang
ada dan yang mungkin ada dengan menggunakan pikiran. Bagian-bagian dari hal
tersebut meliputi:
a.
Metafisika yaitu kajian dibalik alam
yang nyata,
b.
Kosmologia yaitu kajian tentang alam,
c.
Logika yaitu pembahasa tentang cara
berpikir cepat dan tepat,
d.
Etika yaitu pembahasan tentang tingkah
laku manusia,
e.
Teologi yaitu pembahasan tentang
ketuhanan,
f.
Antropologi yaitu pembahasan tentang
manusia.
Hal diatas menjelaskan bahwa etika termasuk salah satu komponen dalam
filsafat. Banyak ilmu yang pada mulanya merupakan bagian dari filsafat, tetapi
karena ilmu tersebut kian meluas dan berkambang, akhirnya membentuk disiplin
ilmu tersendiri dan terlepas dari filsafat. Demikian juga etika, dalam
proses perkembangannya sekalipun masih diakui sebagai bagian dalam pembahasan
filsafat, ia merupakan ilmu yang mempunyai identitas sendiri. (Alfan: 2011)
Hubungan etika dengan ilmu filsafat menurut Ibnu
Sina seperti indera bersama, estimasi dan rekoleksasi yang menolong jiwa
manusia untuk memperoleh konsep-konsep dan ide-ide dari alam sekelilingnya.
Jika manusia telah mencapai kesempurnaan sebelum ia berpisah dengan badan, maka
ia selamanya akan berada dalam kesenangan. Jika ia berpisah dengan badan dalam
keadaan tidak sempurna, ia selalu dipengaruhi hawa nafsu. Ia hidup dalam
keadaan menyesal dan terkutuk untuk selama-lamanya di akhirat.
Pemikiran filsafat tentang jiwa yang dikemukakan Ibnu Sina memberi petunjuk
dalam pemikiran filsafat terhadap bahan-bahan atau sumber yang dapat
dikembangkan lebih lanjut menjadi konsep ilmu etika.
Ibn Khaldun dalam melihat manusia mendasarkan pada
asumsi-asumsi kemanusiaan yang sebelumnya lewat pengetahuan yang ia peroleh
dalam ajaran Islam. Ia melihat sebagai mekhluk berpikir. Oleh karena itu,
manusia mampu melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sifat-sifat semacam
ini tidak dimiliki oleh makhluk-makhluk lainnya. Lewat kemampuan berfikirnya
itu, manusia tidak hanya membuat kehidupannya, tetapi juga menaruh perhatian
pada berbagai cara guna memperoleh makna hidup. Proses-proses semacam ini
melahirkan peradaban. Dalam pemikiran ilmu, Ibn Khaldun tampak bahwa manusia
adalah makhluk budaya yang kesempurnaannya baru akan terwujud manakla ia
berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Ini menunjukan tentang perlunya
pembinaan manusia, termasuk dalam membina etika. Gambaran tentang manusia yang
terdapat dalam pemikiran filosofis itu akan memberikan masukan yang amat
berguna dalam merancang dan merencanakan tentang cara-cara membina manusia,
memperlakukannya, dan berkomunikasi dengannya. Dengan cara demikian akan
tercipta pola hubungan yang dapat dilakukan dalam menciptakan kehidupan yang
aman dan damai (M. Yatimin Abdullah: 2006).
Etika sebagai cabang filsafat dapat dipahami bahwa istilah yang digunakan
untuk memberikan batasan terhadap aktifitas manusia dengan nilai ketentuan baik
atau buruk. Etika memiliki objek yang sama dengan filsafat, yaitu sama-sama
membahas tentang perbuatan manusia. Filsafat sebagai pengetahuan berusaha
mencari sebab yang sedalam-dalamnya berdasarkan pikiran (Yatimin: 2006).
4.
Etika Sebagai Ciri Khas Filsafat
Etika
filsafat merupakan ilmu penyelidikan bidang tingkah laku manusia yaitu menganai
kewajiban manusia, perbuatan baik buruk dan merupakan ilmu filsafat tentang
perbuatan manusia. Banyak perbuatan manusia yang berkaitan dengan baik atau
buruk, tetapi tidak semua perbuatan yang netral dari segi etikanya. Contoh,
bila di pagi hari saya menganakan lebih dulu sepatu kanan dan kemudian sepatu
kiri, perbuatan itu tidak mempunyai hubungan baik atau buruk. Boleh saja
sebaliknya, sepatu kiri dulu baru kemudian sepatu kanan. Cara itu baik dari
sudut efisiensi atau lebih baik karena cocok dengan motorik saya, tetapi cara
pertama atau kedua tidak lebih baik atau lebih buruk dari sudut etika.
Perbuatan itu boleh disebut tidak mempunyai relevansi etika
Immanuel
Kant (1724-1804) berpendapat bahwa manusia mempunyai perasaan etika yang
tertanam dalam jiwa dan hati sanubarinya. Orang merasa bahwa ia mempunyai
kewajiban untuk menjauhi perbuatan buruk dan menjalankan perbuatan baik. Etika
filsafat merupakan suatu tindakan manusia yang bercorak khusus, yaitu
didasarkan kepada pengertiannya mengenai baik dan buruk. Etika sebagai cabang
filsafat sebenarnya yang membedakan manusia daripada makhluk Tuhan lainnya dan
menempatkannya bila telah menjadi tertib pada derajat di atas mereka. (M.
Yatimin Abdullah: 2006).
Sebagaimana yang telah dipaparkan oleh Mohamad Mufid: 2009
bahwa etika sering disebut filsafat moral. Etika merupakan cabang filsafat
yang berbicara mengenai tindakan manusia dalam kaitannya dengan tujuan utama
hidupnya. Etika membahas baik-buruk atau benar-tidaknya tingkah laku dan
tindakan manusia serta sekaligus menyoroti kewajiban-kewajiban manusia. Etika
mempersoalkan bagaimana manusia seharusnya berbuat atau bertindak. Etika menyelidiki dasar semua norma moral. Dalam etika biasanya dibedakan
antara etika deskriptif dan etika normatif.
1.
Etika Deskriptif
Etika deskriptif menguraikan dan menjelaskan kesadaran-kesadaran dan
penngalaman moral secara deskriptif. Ini dilakukan dengan bertitik pangkal pada
kenyataan bahwa terdapat beragam fenomena moral yang dapat digambarkan dan
diuraikan secara ilmiah. Etika deskriptif berupaya menemukan dan menjelaskan
kesadaran, keyakinan dan pengalaman moral dalam suatu kultur tertentu. Etika
deskriptif dibagi menjadi dua, yaitu:
a.
Sejarah moral, yang meneliti cita-cita,
aturan-aturan dan norma-norma moral yang pernah berlaku dalam kehidupan manusia
dalam kurun waktu dan tempat tertentu.
b.
Fenomenologi moral, yang berupaya
menemukan arti dan makna moralitas dari beragam fenomena ysng ada. Fenomenologi
moral berkepentingan untuk menjelaskan fenomena moral yang terjadi masyarakat.
Ia tidak memberikan petunjuk moral dan tidak mempersalahkan apa yang salah.
2. Etika Normatif
Etika normatif dipandang sebagai suatu ilmu yang mengadakan ukuran atau
norma yang dapat dipakai untuk menanggapi menilai perbuatan. Etika ini dapat
menjelaskan tentang nilai-nilai yang seharusnya dilakukan serta memungkinkan
manusia untuk mengukur tentang apa yang terajdi.
Etika normatif menagandung dua bagian besar, yaitu: pertama membahas
tentang teori nilai (theory of value) dan teori keharusan (theory of
obligation). Kedua, membahas tentang etika teologis dan etika deontelogis.
Teori nilai mempersoalkan tentang sifat kebaikan, sedangkan teorin keharusan
membahas tingkah laaku. Sedangkan etika teolog berpendapat bahwa moralitas
suatu tindakan ditentukan oleh konsekuensinya. Adapun deontologis berpendapat
bahwa moralitas suatu tindakan ditentukan oleh sebab-sebab yang menjadi
dorongan dari tindakan itu, atau ditetukan oleh sifat-sifat hakikinya atau oleh
keberadaannya yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan prinsip-prinsip
tertentu. (Muhammad In’am Esha, 2010)
5.
Hakikat Etika Filsafat
Etika filsafat sebagai cabang ilmu, melanjutkan kecenderungan
seseorang dalam hidup sehari-hari. Etika filsafat merefleksikan unsur-unsur
tingkah laku dalam pendapat-pendapat secara sepontan. Kebutuhan refleksi itu dapat
dirasakan antara lain karena pendapat etik tidak jarang berbeda dengan pendapat
orang lain.
Etika filsafat termasuk salah satu cabang ilmu filsafat dan malah dikenal
sebagai salah satu cabang filsafat yang paling tua. Dalam konteks filsafat
yunani kuno etika filsfat sudah terbentuk terbentuk dengan kematangan yang
mengagumkan. Etika filsafat merupakan ilmu, tetapi sebagai filsafat ia tidak
merupakan suatu ilmu emperis, artinya ilmu yang didasarkan pada fakta dan dalam
pembicaraannya tidak pernah meniggalkan fakta. Ilmu-ilmu itu bersifat emperis,
karena seluruhna berlangsung dalam rangka emperis (pengalaman inderawi) yaitu
apa yang dapat dilihat, didengar, dicium, dan dirasakan. Ilmu emperis berasal
dari observasi terhadap fakta-fakta dan jika ia berhasil merumuskan hukum-hukum
ilmiah, maka kebenaran hukum-hukum itu harus diuji lagi dengan berbalik kepada
fakta-fakta. Dibandingkan dengan ilmu-ilmu lain, etika filsafat tidak membatasi
gejala-gejala konkret. Tentu saja, filsafat berbicara juga tentang yang konkret,
kadang-kadang malah tentang hal-hal yang amat konkret, tetapi ia tidak berhenti
di situ.
Etika filsafat juga bukan filsafat praktis dalam arti ia
menyajikan resep-resep yang siap pakai. Buku etika tidak berupa buku petunjuk
yang dapat dikonsultasikan untuk mengatasi kesulitan etika buruk yang sedang
dihadapi. Etika filsafat merupakan suatu refleksi tentang teman-teman yang
menyangkut perilaku. Dalam etika filsafat diharapkan semuah orang dapat
menganalisis tema-tema pokok seperti hati nurani, kebebasan, tanggung jawab,
nilai, norma, hak, kewajiban, dan keutamaan.
Di kalangan orang-orang kebanyakan, sering kali etika filsafat tidak
mempunyai nama harum. Tidak jarang ia dituduh mengawang-awang saja, karena
membahas hal-hal yang abstrak dan kurang releven untuk hidup
sehari-hari. Banyak uraian etika filsafat dianggap tidak jauh dari kenyataan
sesungguhnya. Itulah hakikat filsafat mengenai etika. Disini tidak perlu
diselidiki sampai dimana prasangka itu mengandung kebenaran. Tetapi setidak-tidaknya tentang
etika sebagai cabang filsafat dengan mudah dapat disebut dan
disetujui relevansinya bagi banyak persoalan yang dihadapi umat manusia. (M.
Yatimin Abdullah: 2006)
Etika pada hakikatnya mengamati realitas moral secara kritis. Etika tidak
memberikan ajaran melainkan memeriksa kebiasaan, nilai, norma, dan
pandangan-pandangan moral secara kritis. Etika menuntut pertanggungjawaban dan
mau menyingkatkan kerancuan (kekacauan). Etika tidak membiarkan
pendapat-pendapat moral yang dikemukakan dipertanggungjawabkan. Etika berusaha
untuk menjernihkan permasalahan moral, sedangkan kata moral selalu mengacu pada
baik-buruknya manusia sebagai manusia. Bidang moral adalah bidang kehidupan
manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia. Norma-norma moral adalah
tolak ukur untuk menentukan betul salahnya sikap dan tindakkan manusia dilihat
dari segi baik buruknya sebagai manusia dan bukan sebagai pelaku peran tertentu
dan terbatas. (Surajiyo: 2005)
Abdullah, M. Yatimin. 2006. Studi
Etika. Jakarta. Rajawali Perss.
Alfan, Muhammad. 2011. Filsafat
Etika Islam. Bandung. Pustaka Setia.
Esha, Muhammad In’am. 2010. Menuju
Pemikiran Filsafat. Jakarta. Maliki Perss.
Surajiyo. 2005. Ilmu Filsafat.
Jakarta. Bumi Aksara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar