1.1 Pembahasan
Isi sila-sila pancasila pada hakikatnya merupakan suatu
kesatuan dasar filsafat negara Indonesia terdiri atas lima sila yang masing-masing
merupakan suatu asas peradaban. Namun demikan sila-sila pancasila itu merupakan
suatu kesatuan dan keutuhan yaitu setiap sila merupakan unsur (bagian yang
mutlak) dari pancasila. Maka pancasila merupakan suatu kesatuan yang majemuk
tunggal. Sila-sila Pancasila merupakan
satu-kesatuan sistem yang bulat dan utuh. Dengan kata lain, apabila tidak bulat
dan utuh atau satu sila dengan sila lainnya terpisah-pisah maka itu bukan
Pancasila. Susunan Pancasila dengan suatu
sistem yang bulat dan utuh itu dapat digambarkan sebagai berikut:
a.
Sila 1, meliputi, mendasari dan menjiwai sila 2,3,4 dan 5;
b.
Sila 2, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, dan mendasari dan menjiwai
sila 3, 4 dan 5;
c.
Sila 3, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, 2, dan mendasari dan menjiwai
sila 4, 5;
d.
Sila 4, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3, dan mendasari dan menjiwai
sila 5;
e.
Sila 5, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3,4.
Sebagai suatu dasar filsafat Negara maka sila-sila pancasila
merupakan suatu sistem nilai, oleh karena itu sila-sila pancasila itu pada
hakikatnya merupakan suatu kesatuan, Meskipun dalam setiap sila terkandung
nilai-nilai yang memiliki perbedaan antara satu dengan lainnya namun kesemuanya
itu tidak lain merupakan suatu kesatuaan yang sistematis. Oleh karena itu
meskipun dalam uraian berikut ini menjelaskan nilai-nilai yang terkandung dalam
setiap sila, namun kesemuanya itu tidak dapat dilepaskan keterkaitannya dengan
sila-sila lainnya. Adapun nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila adalah
sebagai berikut.
1. Sila Ketuhanan
Yang Maha Esa
Sila
ketuhanan yang Maha Esa ini nilai-nilainya meliputi dan menjiwai bahwa Negara
yang didirikan adalah sebagai pengejawantahan tujuan manusia sebagai makhluk
tuhan yang Maha Esa. Oleh karena itu segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan
dan penyelenggaraan Negara bahkan moral Negara, moral penyelenggara Negara,
politik Negara, pemerintahan Negara, kebebasan dan hak asasi warga Negara harus
dijiwai nilai-nilai ketuhanan Yang Maha Esa.
2.
Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Kemanusiaan berasal dari kata manusia, yaitu mahluk berbudi yang memiliki
potensi pikir, rasa, karsa dan cipta karena berpotensi menduduki/memiliki
martabat yang tinggi. Dengan akal budinya, manusia berkebudayaan, dengan budi
nuraninya, manusia menyadari nilai-nilai dan norma-norma. Adil mengandung arti
bahwa suatu keputusan dan tindakan didasarkan atas norma-norma yang objektif,
tidak subjektif, apalagi sewenang-wenang, serta otoriter. Beradab berasal dri
kata adab memiliki arti budaya yang telah berabad-abad dalam kehidupan manusia.
Jadi, beradab berarti berkebudayaan yang lama berabad-abad, bertata kesopanan,
berkesusuilaan/bermoral, adalah kesadaran sikap dan perbuatan manusia dalam
hubungan dengan norma-norma dan kebudayaan umumnya, baik terhadap diri pribadi,
sesama manusia maupun terhadap alam dan Sang Pencipta. Selain disebutkan
diatas, NKRI merupakan negara yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM),
negara yang memiliki hukum yang adil dan negara berbudaya yang beradab. Negara
ingin menerapkan hukum secara adil berdasarkan supremasi hukum serta ingin
mengusahakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, disamping mengembangkan
budaya IPTEK, beradasrkan adab cipta, karsa dan rasa serta karya yang berguna
bagi nusa dan bangsa tanpa melahirkan primordial dalam budaya. Sila Kemanusiaan
yang Adil dan Beradab secara sistematis didasari dan dijiwai oleh sila
Ketuhanan yang Maha Esa, serta mendasari dan menjiwai ketiga sila berikutnya.
Sila kemanusiaan sebagai dasar fundamental dalam kehidupan kenegaraan,
kebangsaan, dan kemasyarakatan. Nilai kemanusiaan ini bersumber pada dasar
filosofis antropologis bahwa hakikat manusia adalah susunan kodrat rohani dan
raga, sifat kodrat indiviu dan makhluk sosial, kedudukan kodrat makhluk pribadi
berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa. Dalam sila ini
terkandung nilai-nilai bahwa negara harus menjunjung tinggi harkat dan martabat
manusia sebagai makhluk yang beradab. Oleh karena itu dalam kehidupan
kenegaraan terutama dalam peraturan perundang-undangan, negara harus mewujudkan
tercapainya tujuan ketinggian harkat dan martabat manusia, terutama hak-hak
kodrat manusia sebagai hak dasar ( hak asasi ) harus dijamin dalam peraturan
perundang-undangan negara. Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah mengandung
nilai suatu kesadaran sikap mpral dan tingkah laku manusia yang didasarkan pada
potensi budi nurani manusia dalam hubungan dengan norma-norma dan kebudayaan
pada umumnya baik terhadap diri sendiri, sesama manusia maupun terhaap
lingkungannya. Nilai kemanusiaan yang beradab adalah perwujudan nilai
kemanusiaan sebagai makhluk yang berbudaya, bermoral dan beragama. Dalam
kehidupan kenegaraan, kita harus senantiasa dilandasi moral kemanusiaan,
misalnya dalam kehidupan pemerintahan negara, politik, ekonomi, hukum, sosial,
budaya, pertahanan dan keamanan serta dalam kehidupan keagamaan. Oleh karena
itu kehidupan bersama dalam negara harus dijiwai oleh moral kemanusiaan untuk
saling menghargai meskipun terdapat perbedaan. Nilai kemanusiaan yang adil
mengandung suatu makna bahwa hakikat manusia sebagai makhluk yang berbudaya dan
beradab harus adil. Hal ini mengandung pengertian bahwa manusia harus adil dalam
hubungannya baik dengan diri sendiri, orang lain, masyarakat, bangsa, negara
dan terhadap lingkungannya serta terhadap hubungannya dengan Tuhan yang Maha
Esa. Kita sebagai manusia harus menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia,
menghargai akan kesamaan hak dan derajat tanpa membedakan suku, ras, keturunan,
status sosial, maupun agama. Kita juga harus mengembangkan sikap saling
mencintai, menghargai, menghormati, tenggang rasa, dan menjunjung tinggi
nilai-nilai kemanusiaan.
3. Persatuan
Indonesia
Sila
persatuan Indonesia mengandung nilai bahwa Negara adalah penjelmaan sifat
kodrat manusia monodualis yaitu sebagai makhluk individu berupa, suku, ras, kelompok,
golongan maupun kelompok agama. Oleh karna itu perbedaan adalah merupakan
bawaan kodrat manusia dan juga merupakan ciri khas elemen-elemen yang membentuk
Negara. Konsekuensinya Negara adalah beraneka ragam tetapi satu,mengikatkan
diri dalam suatu persatuan yang dilukiskan dalam suatu seloka Bhinneka Tunggal
Ika.Perbedaan bukannya untuk diruncingkan menjadi konflik dan permusuhan
melainkan diarahkan pada suatu sintesa yang saling menguntungkan yaitu
persatuan dalam kehidupan bersama untuk mewujudkan tujuan bersama.
4. Kerakyatan
yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Nilai
filosofis yang terkandung didalamnya adalah bahwa hakikat Negara adalah sebagai
penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk
sosial.Hakikat rakyat adalah merupakan sekelompok manusia sebagai makhluk Tuhan
yang Maha Esa yang bersatu yang bertujuan mewujudkan harkat dan martabat
manusia dalam suatu wilayah Negara. Rakyat adalah merupakan subjek pendukung
pokok Negara. Negara adalah dari oleh dan untuk rakyat, oleh karna itu rakyat
adalah merupakan asal mula kekuasaan Negara. Sehingga dalam sila kerakyatan terkandung
nilai demokrasi yang secara mutlak harus dilaksanakan dalam hidup Negara. Maka
nilai-nilai demokrasi yang terkandung dalam sila kedua adalah
a) Adanya kebebasan yang harus disertai
dengan tanggung jawab baik terhadap masyarakat bangsa maupun secara moral
terhadap Tuhan yang Maha Esa.
b) Menjunjung tinggi harkat dan
martabat kemanusiaan.
c) Menjamin dan memperkokoh persatuan
dan kesatuan dalam hidup bersama.
d) Mengakui atas perbedaan
individu,kelompok,ras,suku,agama, karena perbedaan adalah merupakan suatu
bawaan kodrat manusia.
e) Mengakui adanya persamaan hak yang
melekat pada setiap individu,kelompok,ras,suku maupun agama.
f) Mengarahkan perbedaan dalam suatu
kerja sama kemanusian yang beradab.
g) Menjunjung tinggi asas musyawarah
sebagai moral kemanusiaan yang beradab.
h) Mewujudkan dan mendasarkan suatu
keadilan dalam kehidupan sosial agar tercapainya tujuan bersama.
5. Keadilan
Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Nilai yang
terkandung dalam sila keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia didasari
dan dijiwai oleh sila Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusian yang Adil dan
Beradab, Persatuan Indonesia, serta Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Dalam sila kelima tersebut
terkandung nilai-nilai yang merupakan tujuan Negara sebagai tujuan dalam hidup
bersama. Maka didalam sila kelima tersebut terkandung nilai keadilan yang harus
terwujud dalam kehidupan bersama ( kehidupan social).Keadilan tersebut didasari
dan dijiwai oleh hakikat keadilan kemanusiaan yaitu keadilan dalam hubungan
manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan manusia lain, manusia dengan
masyarakat, bangsa dan negaranya serta hubungan manusia dengan Tuhannya.
Sifat hirarkis dan bentuk piramidal itu nampak dalam
susunan Pancasila, dimana sila pertama Pancasila mendasari dan menjiwai keempat
sila lainnya, sila kedua didasari sila pertama dan mendasari serta menjiwai sila ketiga,
keempat dan kelima, sila ketiga didasari dan dijiwai sila pertama dan kedua,
serta mendasari dan menjiwai sila keempat dan kelima, sila keempat didasari dan
dijiwai sila pertama, kedua dan ketiga, serta mendasari dan menjiwai sila kelima, sila kelima didasari dan
dijiwai sila pertama, kedua, ketiga dan keempat. Dengan demikian susunan
Pancasila memiliki sistem logis baik yang menyangkut kualitas maupun
kuantitasnya. Susunan isi arti Pancasila meliputi tiga hal, yaitu:
1.
Isi arti Pancasila yang Umum Universal, yaitu hakikat sila-sila Pancasila
yang merupakan intisari Pancasila sehingga merupakan pangkal tolak dalam
pelaksanaan dalam bidang kenegaraan dan tertib hukum Indonesia serta dalam
realisasi praksis dalam berbagai bidang kehidupan yang konkrit.
2.
Isi arti Pancasila yang Umum Kolektif,
yaitu isi arti Pancasila sebagai pedoman kolektif negara dan bangsa Indonesia
terutama dalam tertib hukum Indonesia.
3.
Isi arti Pancasila yang bersifat Khusus dan Konkrit, yaitu isi arti
Pancasila dalam realisasi praksis dalam berbagai bidang kehidupan sehingga
memiliki sifat khusus konkrit serta dinamis (Notonagoro, 1975: 36-40)
Kaelan, 2008. Pendidikan Pancasila. Yokyakarta:
Paradigma.
Notonagoro. 1975. Pancasila Dasar
Filsafat Negara RI I.II.III
www.unhas.ac.id/lkpp/Pancasila.pdf