PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT
1.1
Dasar-Dasar
Ilmiah Pancasila Sebagai suatu kesatuan Sistematis dan Logis
Pengetahuan
ilmiah dapat disebut juga dengan istilah ilmu, ilmu, menurut The Liang Gie
(1998:15) merupakan seraingaikan kegiatan manusia dengan peikirian dan
menggunakan berbagai tatacara sehingga menghasilkan sekumpulan pengetaahuan
yang teratur mengenai genjala-genjala alami, kemasyarakatan, perorangan dan
tujuan mencapai kebenaran, memperloleh pengalaman, dan memberilan penjelasan,
atau melakukan penerapan. Pengertian ilmu dapat dijelaskan dengan tiga segi
yakni kegiatan, tata cara, dan pengatahuan yang teratur sebagai hasil kegiatan.
Syarat-syarat pengetahuan ilmiah, pengetahuan dikatakan ilmiah jika memenuhi
sayarat-sayarat ilmiah :
1.
Berobyek
Dalam filsafat, ilmu
pengetahuan dibedakan antara obyek forma dan obyek materia. Obyek materia
Pancasila adalah suatu sudut pandang tertentu dalam pembahasan Pancasila.
Pancasila dapat dilihat dari berbagai sudut pandang misalnya : Moral (moral
Pancasila), Ekonomi (ekonomi Pancasila), Pers (Pers Pancasila), Filsafat
(filsafat Pancasila), dsb. Obyek Materia Pancasila adalah suatu obyek yang
merupakan sasaran pembahasan dan pengkajian Pancasila baik yang bersifat
empiris maupun non empiris. Bangsa Indonesia sebagai kausa materia (asal mula
nilai-nilai Pancasila), maka obyek material pembahasan Pancasila adalah bangsa
Indonesia dengan segala aspek budaya dalam bermayarakat, berbangsa dan
bernegara. Obyek materia empiris berupa lembaran sejarah, bukti-bukti sejarah,
benda-benda sejarah dan budaya, Lembaran Negara, naskah-naskah kenegaraan, dsb.
Obyek materia non empiris non empiris meliputi nilai-nilai budaya, nilai-nilai
moral, nilai-nilai religius yang tercermin dalam kepribadian, sifat, karakter
dan pola-pola budaya.
2. Bermetode
Metode adalah
seperangkat cara/sistem pendekatan dalam rangka pembahasan Pancasila untuk
mendapatkan suatu kebenaran yang bersifat obyektif. Metode dalam pembahasan
Pancasila sangat tergantung pada karakteristik obyek forma dan materia
Pancasila. Salah satu metode adalah “analitico syntetic” yaitu suatu
perpaduan metode analisis dan sintesa. Oleh karena obyek Pancasila banyak
berkaitan dengan hasil-hasil budaya dan obyek sejarah maka sering digunakan
metode “hermeneutika” yaitu suatu metode untuk menemukan makna dibalik
obyek, demikian juga metode “koherensi historis” serta metode “pemahaman
penafsiran” dan interpretasi. Metode-metode tersebut senantiasa
didasarkan atas hukum-hukum logika dalam suatu penarikan kesimpulan.
3.
Bersistem
Suatu pengetahuan
ilmiah harus merupakan sesuatu yang bulat dan utuh. Bagian-bagian dari
pengetahuan ilmiah harus merupakan suatu kesatuan antara bagian-bagian saling
berhubungan baik hubungan interelasi (saling hubungan maupun interdependensi
(saling ketergantungan). Pembahasan Pancasila secara ilmiah harus merupakan
suatu kesatuan dan keutuhan (majemuk tunggal) yaitu ke lima sila baik rumusan,
inti dan isi dari sila-sila Pancasila merupakan kesatuan dan kebulatan.
4.
Universal
Kebenaran suatu
pengetahuan ilmiah harus bersifat universal artinya kebenarannya tidak terbatas
oleh waktu, keadaan, situasi, kondisi maupun jumlah. Nilai-nilai Pancasila
bersifat universal atau dengan kata lain intisari, esensi atau makna yang
terdalam dari sila-sila Pancasila pada hakekatnya bersifat universal. Tingkatan
Pengetahuan Ilmiah Tingkat pengetahuan ilmiah dalam masalah ini bukan berarti
tingkatan dalam hal kebenarannya namun lebih menekankan pada karakteristik
pengetahuan masing-masing.
Tingkatan pengetahuan ilmiah sangat ditentukan oleh
macam pertanyaan ilmiah sbb :
a.
Pengetahuan Deskriptif
Pengetahuan deskriptif
yaitu suatu jenis pengetahuan yang memberikan suatu keterangan, penjelasan
obyektif. Kajian Pancasila secara deskriptif berkaitan dengan kajian sejarah
perumusan Pancasila, nilai-nilai Pancasila serta kajian tentang kedudukan dan
fungsinya.
b.
Pengetahuan Kausal
Pengetahuan kausal
adalah suatu pengetahuan yang memberikan jawaban tentang sebab akibat. Kajian
Pancasila secara kausal berkaitan dengan kajian proses kausalitas terjadinya
Pancasila yang meliputi 4 kausa yaitu kausa materialis, kausa
formalis, kausa efisien dan kausa finalis. Selain itu juga berkaitan dengan
Pancasila sebagai sumber nilai, yaitu Pancasila sebagai sumber segala norma.
c.
Pengetahuan Normatif
Pengetahuan normatif
adalah pengetahuan yang berkaitan dengan suatu ukuran, parameter serta norma-norma.
Dengan kajian normatif dapat dibedakan secara normatif pengamalan Pancasila
yang seharusnya dilakukan (das sollen) dan kenyataan faktual (das
sein) dari Pancasila yang bersifat dinamis.
d.
Pengetahuan Esensial
Pengetahuan esensial
adalah tingkatan pengetahuan untuk menjawab suatu pertanyaan yang terdalam
yaitu pertanyaan tentang hakekat sesuatu. Kajian Pancasila secara esensial pada
hakekatnya untuk mendapatkan suatu pengetahuan tentang intisari/makna yang
terdalam dari sila-sila Pancasila (hakekat Pancasila).
Dari
pembahasan secara ilmiah ini diketahui bahwa terdapat kesatuan logis dari
pancasila. Roseslen Abdul Gani salah sesseorang tokoh BPUPKI menoloak pendapat
yang mengatakan bahwa pancasila tidak mempunyai kesatuan logika. Dalam
menguatkan posisi argumenya. Abdul Gani mengutip pendapat khain yang mengatkan
pancasila adalah sebuah sintesis dari gagasa-gagasan islam modern, ide
demokrasi ,sosialisasi, dan gagasan demokrasi asli seperi dijumpai di desa-desa
dan didalam komunalisme penduduk asli, juga,bersandar pada pendapat khain,
Abdul Gani mengatakan bahwa pancasila adalah satu filsafat social yang sudah
dewasa. Konsekuesinya dengan sifat pancasila yang demikian hendaklah
dilaksanakan sebaik-baiknya dalam arti disesuaikan dengan kemampuan masing-masing.
1.2
Pengetahuan
Sistem Filsafat Perbandingan dengan Sistem Filsafat lainnya
Secara ilmiah harus disadari bahwa suatu masyarakat suatu
bangsa, senantiasa memeliki suatu pandangan hidup atau filsaat hidup
masing-masing, yang berbeda dengan bangsa lain didunia. Inilah yang disebut
sebagai local genius (kecerdasan / kreatifitas local ) dan sekaligus sebagai
local wisdom (kearifan local) bangsa. Dengan demikian, bangsa Indonesia tidak
mungkin memiliki kesamaan pandangan hidup dan filsafat hidup dengan bangsa
lain. Ketika para pendiri Negara Indonesia menyiapkan berdirinya Negara Indonesi
merdeka, mereka sadar sepenuhnya untuk menjawab suatu pertanyaan yang fundamental
“ di atas dasar apakah Negara Indonesia merdeka ini didirikan?” jawaban atas pertanyaan
mendasar ini akan selalu menjadi dasar dan tolak ukur utama bangsa ini meng-Indonesia.
Dengan kata lain, jati diri bangsa selalu bertolak ukur pada nilai-nilai
pancasila sebagai filsafat bangsa. Pancasila yang terdiri atas lima sila pada
hakekatnya merupakan system filsafat.
1. Filsafat:
Secara etimologis cinta akan kebijaksanaan, tapi dapat pula diartikan sebagai
keinginan yang sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran yang sejati.
2. Filsafat
Pancasila: Kebenaran dari sila-sila Pancasila sebagai dasar negara atau dapat
pula diartikan bahwa Pancasila merupakan satu kesatuan sistem yang utuh dan
logis.
Menurut Ruslan Abdul Gani, bahwa pancasila
merupakan filsafat Negara yang lahir collective
ideologie (cita-cita bersama). Dari seluruh bangsa Indonesia. Dikatakan
sebagai filsafat, karena pancasila merupakan hasil perenungan jiwa yang
mendalam yang dilakukan oleh the founding
father bangsa Indonesia, kemudian dituangkan dalam suatu “system” yang
tepat. Adapun menurut Notonagoro,
filsafat pancasila memberi pengetahuan dan pengertian ilmiah, yaitu tentang
hakikat pancasila.
1.3
Pengertian
Sistem dan Unsur-Unsur Sistem
Menurut Prof. Dr.
Winardi, SE ada 3 definisi (pengertian) system. Pertama Sistem adalah
keseluruhan bagian yang saling mempengaruhi satu dengan lainnya menurut satu
rencan yang ditentukan, untuk mencapai tujuan tertentu. Kedua Sistem adalah
seperangkat bagian yang saling berhubungan, bekerja bebas mengejar keseluruhan
tujuan dengan kesatuan lingkungan. Terakhir Sistem adalah himpunan unsur
(elemen) yang saling mempengaruhi untuk mana hukum tertentu menjadi berlaku. Definisi-definis
ini menekankan pada:
1. Kelakuan berdasarkan tujuan tertentu
2. Keseluruhan melebihi bagian
3. Keterbukaan
sistem saling berhubungan dengan sebuah sistem yang lebih besar, yakni
lingkungannya.
4. Tranformasi,
bagian-bagian yang bekerja menciptakan sesuatu yang mempunyai nilai.
5. Antar hubungan berbagai bagian harus
cocok dengan yang lainnya.
6. Mekanisme kontrol, yakni adanya
kekuatan yang mempersatukan
Berdasarkan penjelasan
tentang pengertian sistem tersebut di atas, maka Pancasila sudah memenuhi
syarat sebagai sebuah sistem, atau dengan kata lain Pancasila bersifat
sistematis/sistematik, karena Pancasila terdiri dari beberapa Sila, yakni Lima
Sila. Diantara Lima Sila mempunyai hubungan yang sifatnya hirarkis (Sila pertama:
Ketuhanan mendasari dan menjiwai Sila kemanusiaan, Sila persatuan, Sila kerakyatan dan Sila keadilan).
Diantara Sila-Sila dalam Pacasila tidak saling bertentangan, bahkan merupakan
satu kesatuan yang bersifat komprehesif integralistik saling mendukung dan
saling melengkapi. Diantara Sila-Sila dalam Pancasila mempunyai tujuan dan
fungsi yang sama, sebagai Dasar Negara, Dasar Filsafat Bangsa, Ideologi maupun sebagai
Pandangan Hidup (way of life) Bangsa Indonesia.
Terdapat
unsur-unsur
Pancasila Sebagai Sistem Filsafat. Berikut adalah unsure-unsur
Pancasila sebagai Sistem Filsafat:
1.
Unsur Ketuhanan
Secara
ontologik ada manusia sebagai yang diciptakan menunjukkan adanya pencipta yaitu
Tuhan. Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling sempurna, mempunyai sifat
sebagai individu sebagai makhluk sosial. Karena Tuhan adalah sempurna maka
manusia tidak sempurna. Namun diantara makhluk, manusia adalah yang paling
sempurna.
Berdasarkan
pengalaman sejarah sebelum datangnya agama Hindu, Budha, Islam dan Kristen.
Bangsa Indonesia telah mempunyai kepercayaan. Karena keadaan alam sedemikian
rupa maka bangsa Indonesia berusaha mempertahankan dan mengembangkan hidupnya
untuk bisa mengatasi tantangan alam tersebut. Salah satu jawaban yang diberikan
berupa pandangan hidup atau kepercayaan bahwa alam ini ada yang menciptakan.
Karena pengalaman hidup mereka sehari-hari dan karena kemampuan yang mereka miliki,
maka bentuk kepercayaan yang menguasai alam, adanya kekuatan gaib yang terdapat
pada alam ini dan lain sebagainya. Kenyataan ini menunjukkan bahwa bangsa
Indonesia pada waktu itupun sudah percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Setelah
agama Hindu dan Budha datang di Indonesia, bangsa Indonesia banyak memeluk
agama-agama tersebut. Demikian pula agama islam yang telah dipeluk oleh
sebagian besar bangsa Indonesia dengan penuh keyakinan. Pada masa itu pengaruh
agama dalam kehidupan sehari-hari terbukti adanya pengaruh agama dalam
kehidupan sehari-hari terbukti adanya peninggalan, tulisan dan adat istiadat.
2. Unsur
Kemanusiaan
Sebagai
bangsa yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa dengan sendirinya bangsa kita mempunyai
rasa kemanusiaan yang luhur. Pada hakekatnya kemanusiaan adalah bawaan kodrat
manusia. Perikemanusiaan adalah nilai khusus yang bersumber pada nilai
kemanusiaan. Perikemanusiaan adalah yang bersumber pada kemanusiaan, jiwa yang
membedakan manusia dengan makhluk lain. Berdasarkan pengertian tersebut
sebenarnya semua bangsa mesti mempunyai kemanusiaan, begitu pula bangsa
Indonesia bahkan kemanusiaannya adalah adil dan beradab. Adil berarti
memberikan kepada orang lain apa yang menjadi haknya dan tahu apa haknya
sendiri. Beradab artinya mempunyai adab, mempunyai sopan santun, mempunyai
susila, artinya ada kesediaan menghormati bangsa lain, menghormati pandangan
pendirian dan sikap Bangsa lain. Sejak dahulu bangsa Indonesia selalu menerima
bangsa lain dengan ramah tamah, karena suatu bangsa tidak akan hidup sendirian
terlepas dari bangsa lain.
3.
Unsur Persatuan
Bangsa
Indonesia dengan ciri-cirinya rukun, bersatu dan kekeluargaan, bertindak bukan
semata-mata atas perhitungan untung rugi dan pamrih serta kepentingan pribadi.
Oleh karena itu unsur persatuan sudah terdapat didalam kehidupan masyarakat
Indonesia bahkan sudah dilaksanakan oleh mereka.
4.
Unsur Kerakyatan
Istilah
kerakyatan berarti bahwa yang berdaulat atau yang berkuasa adalah rakyat. Dalam
bahasa lain Kerakyatan disebut Demokrasi berasal dari kata Yunani Demos yang
berarti Rakyat Kratos yang berarti Berdaulat. Demokrasi bukan hal yang baru
bagi bangsa Indonesia. Meskipun sebelum tanggal 17 Agustus 1945 di Indonesia
belum pernah ada pemerintahan yang bersifat Demokratik seperti sekarang ini
namun sebenarnya unsur-unsurnya sudah ada, yang selama itu tidak pernah
dimanfaatkan secara Nasional formal.
5.
Unsur Keadilan
Istilah
adil yaitu menunjukkan bahwa orang harus memberi kepada orang lain apa yang
menjadi haknya dan tahu mana haknya sendiri serta tahu apa kewajibannya kepada
orang lain dan dirinya. Sosial berarti tidak mementingkan diri sendiri saja,
tetapi mengutamakan kepentingan umum, tidak individualistik dan egoistik,
tetapi berbuat untuk kepentingan bersama. Sebenarnya istilah gotong royong yang
berarti bekerja sama dan membagi hasil karya bersama tepat sekali untuk
menerangkan apa arti Keadilan Sosial.
http://indridjanarko.dosen.narotama.ac.id/files/2011/05/Modul-Pancasila-3Pancasila-Sebagai-Sistem Filsafat.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar