PEMBAHASAN
1.1 DINAMIKA AKTUALISASI PANCASILA SEBAGAI
DASAR NEGARA
Pancasila
sebagai ideologi nasional yang mempunyai posisi sebagai visi kebangsaan
Indonesia, yang dipandang sebagai sumber demokrasi yang baik dimasa depan dan
yang lahir dari sebuah sejarah. Pancasila perlu diaktualisasikan dalam
kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan. Pancasila selama ini yang
dipandang publik sebagai kepentingan (alat) penguasa, yang ditantang oleh arus
globalisasi ideologi asing, terutama Liberalisme yang gagal dalam mengatasi
penyakit korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) sebagai akibat adanya salah-urus
mengelola negara, serta yang perwujudan praktek demokrasinya berkonotasi buruk.
Ini semua seringkali diarahkan pada Pancasila yang dijadikan ‘kambinghitam‘-nya.
Secara yuridis ketatanegaraan, Pancasila adalah dasar negara NKRI yang
dirumuskan dalam (Pembukaan) UUD 1945 dan yang kelahirannya berasal dari proses
perjuangan kebangsaan Indonesia sehingga perlu dipertahankan dan
diaktualisasikan walaupun konstitusinya berubah. Di samping itu, Pancasila
dianggap perlu melandasi proses reformasi untuk diarahkan pada ‘reinventing
and rebuilding‘ Indonesia dengan berpegangan pada perundang-undangan yang
juga berlandaskan Pancasila sebagai dasar negara.
Melalui UUD 1945
Pancasila perlu diaktualisasikan agar dalam praktek berdemokrasi memiliki
sebuah acuan atau pedoman dan dapat meredam konflik yang tidak produktif.
Dimensi pertahanan dan keamanan memandang bahwa Pancasila erat kaitannya dengan
sejarah lahirnya Tentara Nasional Indonesia (TNI), sehingga pelaksanaan
Pancasila merupakan landasan idiil dan konstitusional bagi ketahanan nasional
serta merupakan penyaring untuk tantangan liberalisme-kapitalisme yang tumbuh
di Indonesia. Sempitnya pemahaman Pancasila menyebabkan terjadinya degradasi
nilai-nilai kekeluargaan dan tenggang-rasa dalam masyarakat, serta
disalahgunakan implementasinya oleh penguasa sehingga legitimasinya sudah pada
titik nadir (antiklimaks). Dimensi sosial ekonomi memandang Pancasila sebagai
falsafah negara yang dapat mewujudkan sistem ekonomi Pancasila serta sebagai
sumber sistem ekonomi kerakyatan. Pengaruh globalisasi terhadap penguatan
campur tangan asing (badan-badan internasional) terhadap perekonomian nasional.
Begitu pula dimensi
kesejahteraan rakyat yang memandang perlunya Pancasila diaktualisasikan oleh
dan bagi bangsa Indonesia karena kemampuan ideologi Pancasila yang bersimetris
dengan tingkat kesejahteraan rakyat dan kedaulatan rakyat serta yang perlu
dianalisis substansi ideologinya pada segi ontologi dan epistemologinya.
Dimensi lingkungan hidup memandang perlunya diaktualisasikan Pancasila sebagai
jiwa rakyat Indonesia. Untuk itu maka diperlukan pedomannya untuk menghayati
sila-sila yang terkandung pada pancasila. Dimensi pendidikan memandang
Pancasila perlu diaktualisasikan dengan alasan bahwa ia perlu difahami dan
dihayati kembali oleh seluruh komponen bangsa. Sehubungan dengan ini, anak
sebagai harapan bangsa dan generasi penerus sudah seharusnya menyerap
nilai-nilai Pancasila sejak dini dengan cara diasah, diasih, dan diasuh.
Dimensi budaya
memandang perlunya Pancasila diaktualisasikan karena perlunya visi NKRI 2020
untuk menjadi negara Industri Maju Baru. Dengan demikian rumusan Pancasila pada
Pembukaan UUD 1945 tak perlu dipermasalahkan lagi tetapi justru diperlukan
pengembangan budaya Pancasila yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan
(kreatif, berbudi, berdaya, perdamaian, dll). Hal ini dianggap penting
mengingat sejak reformasi, persatuan dan kesatuan menjadi tidak kokoh serta
kondisi bangsa yang masih menghadapi tingkat kemiskinan, kebodohan, dan
keterbelakangan.
Terakhir,
dimensi keagamaan memandang perlunya Pancasila diaktualisasikan oleh dan bagi
bangsa Indonesia mengingat keragaman agama perlu disikapi sebagai permata-indah
untuk dipilih. Hal ini sebagai pewujudan terhadap hasil penelusuran sejarah
perumusannya. Dalam
kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara yang sedang dilanda oleh arus krisis
dan disintegrasi maka Pancasila tidak terhindar dari berbagai macam gugatan, sinisme,
serta pelecehan terhadap kredibilitasnya. Namun perlu kita sadari bahwa tanpa
adanya “platform” dalam dasar negara atau ideologi maka suatu bangsa mustahil
akan dapat bertahan dalam menghadapi berbagai tantangan dan berbagai ancaman.
1.2 DINAMIKA PELAKSANAAN
UUD 1945 PADA MASA AWAL KEMERDEKAAN
Awal masa Indonesia setelah memproklamasikan
kemerdekaan, mengalami berbagai macam gangguan terutama dalam upaya untuk
mempertahankan kemerdekaannya. Pada masa ini, kolonialisme Belanda
berupaya untuk mengembalikan kekuasaannya di Indonesia dengan
membonceng tentara sekutu. Selain itu juga telah terjadi berbagai macam pemberontakan yang
bersumber pada pertentangan ideologi yang ingin merubah negara kesatuan
Republik Indonesia dengan ideologi lainnya. Antara lain pemberontakan
PKI di Madiun tahun 1948. PRRI Permesta, DI/TII dan lain sebagainya.
Sistem
pemerintahan berdasarkan UUD 1945 belum dapat dilaksanakan. Pada tahun ini di
bentuklah DPA sementara, sedangkan DPR dan MPR belum dapat dibentuk karena
harus melalui pemilu. Waktu itu masih di berlakukan pasal aturan peralihan
pasal IV yang menyatakan, “Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat,Dewan
Perwakilan Rakyat, dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut Undang-Undang
Dasar, segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan sebuah
komite nasional.”
Pada
saat itu terjadilah suatu perkembangan
ketatanegaraan Indonesia yaitu: (1) berubahnya fungsi komite
nasional Indonesia pusat dari pembantu presiden menjadi badan
yang diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan Garis-garis Besar Haluan
Negara. Hal ini berdasarkan maklumat wakil presiden No. X (iks) tanggal 16
Oktober 1945. Selain itu dikeluarkan juga maklumat pemerintah tanggal
14 Nopember 1945. Yang isinya perubahan sistem pemerintahan negara dari
sistem Kabinet Presidensial menjadi sistem Kabinet Parlementer,
berdasarkan usul Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP).
Akibat
perubahan tersebut pemerintah menjadi tidak stabil, Perdana Menteri hanya
bertahan beberapa bulan serta berulang kali terjadi pergantian.
Tanggal
3 November 1945 di keluarkan juga suatu maklumat yang ditandatangani oleh Wakil
Presiden yang isinya tentang pembentukan partai politik. Hal ini bertujuan
agar berbagai aliran yang ada didalam masyarakat dapat di arahkan kepada
perjuangan untuk memperkuat mempertahankan dengan persatuan dan kesatuan.
Sejak
tanggal 14 Nopember 1945 kekuasaan pemerintah (eksekutif) dipegang oleh Perdana
Menteri sebagi pimpinan kabinet. Secara bersama-sama
atau sendiri-sendiri, perdana menteri atu para menteri itu
bertanggung jawap kepada KNPI, yang berfungsi sebagai DPR, dan tidak
bertanggung jawab kepada presiden sebagaimana yang dikehendaki oleh
UUD 1945. Hal ini berakibat semakin tidak setabilnya Negara Republik
Indonesia baik di bidang politik, ekonomi, pemerintahan maupun keamanan.
Semangat ideologi liberal itu kemudian memuncak dengan dibentuknya Negara
Federal yaitu negara kesatuan Republik Indonesia Serikat dengan
berdasar pada konstitusi RIS, pada tanggal 27 Desember 1949. Konstitusi
RIS tersebut sebagai hasil kesepakatan Konferensi Meja Bundar (KMB)
di Den Haag negeri Belanda.Syukurlah konstitusi itu tidak berlangsung
lama dan Indonesia kembali bersatu pada tahun 1950.Dalam negara
RIS tersebut masih terdapat negara bagian Republik Indonesia yang
beribukota di Yogyakarta. Kemudian terjadilah suatu persetujuan antara Negara
RI Yogyakarta dengan negara RIS yang akhirnya membuahkan kesepakatan untuk
kembali, untuk membentuk negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan pada
Undang-Undang Dasar Sementara sejak 17 agustus 1950 isi UUDS ini berbeda
dengan UUD 1945 terutama dalam sistem pemerintahan negara yaitu menganut
sistem Parlementer, sedangkan UUD 1945 menganut sistem Presidensial.
Pada
bulan September 1955 dan Desember 1955 diadakan pemilihan umum,yang
masing-masing untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan
anggota konstituante. Tugas
konstituante adalah untuk membentuk, menyusun Undang-Undang Dasar yang
tetap sebagai pengganti UUDS 1950. Untuk mengambil putusan mengenai
Undang-Undang dasar yang baru ditentukan pada pasal 137 UUDS 1950 sebagai
berikut :
1.
Untuk
mengambil putusan tentang rancangan Undang-Undang Dasar baru sekurang-kurangnya
2/3 jumlah anggota konstituante harus hadir.
2.
Rancangan
tersebut diterima jika disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3
dari jumlah anggota yang hadir.
3.
Rancangan
yang telah diterima oleh konstituante dikirimkan kepada
Presiden untuk disahkan oleh pemerintah.
4.
Pemerintah
harus mengesahkan rancangan itu dengan segera serta mengumumkan Undang-Undang
Dasar itu dengan keluhuran.
Sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 juli 1959 itu maka UUD 1945 berlaku kembali di Negara Republik Indonesia. Sekalipun UUD 1945 secara yuridis formal sebagai hukum dasar tertulis yang berlaku di Indonesia namun realisasi ketatanegaraan Indonesia tidak melaksanakan makna dari UUD 1945 itu sendiri.Sejak itu mulai berkuasa kekuasaan Orde Lama yang secara ideologis banyak dipengaruhi oleh paham komunisme. Hal ini nampak adanya berbagai macam penyimpangan ideologis yang dituangkan dalam berbagai bidang kebijaksanaan dalam negara.
Dikukuhkannya ideologi
Nasakom, dipaksakannya doktrin Negara dalam keadaan revolusi. Oleh karena
revolusi adalah permanen maka Presiden sebagai Kepala Negara yang sekaligus
juga sebagai Pemimpin Besar Revolusi, diangkat menjadi Pemimpin Besar Revolusi,
sehingga Presiden masa jabatannya seumur hidup.Penyimpangan ideologis maupun
konstitusional ini berakibat pada penyimpangan-penyimpangan konstitusional
lainnya sebagai berikut,
1.
Demokrasi
di Indonesia diarahkan menjadi demokrasi terpimpin, yang dipimpin oleh presiden, sehingga
praktis bersifat otoriter.pada sebenarnya di negara Indonesia yang berdasarkan
Pancasila berazas-kan kerakyatan,sehingga seharusnya rakyatlah sebagai pemegang
serta asal mula kekuasaan negara, demikian juga sebagaimana yang tercantum
dalam UUD 1945.
2.
Oleh
karena Presiden sebagai pemimpin besar revolusi maka memiliki wewenang yang melebihi sebagaimana
yang sudah di tentukan oleh Undang-Undang Dasar 1945, yaitu mengeluarkan
produk hukum yang setingkat denganUndang-Undang tanpa melalui persetujuan
DPR dalam bentuk penetapanpresiden.
3.
Dalam
tahun 1960, karena DPR tidak dapat
menyetujui rancangan pendapatan dan Belanja
Negara yang di ajukan oleh pemerintah. Kemudian presiden waktuitu membubarkan DPR hasil
pemilu 1955 dan kemudian membentuk DPR gotong royong. Hal ini jelas-jelas
sebagai pelanggaran konstitusional yaitukekuasaan eksekutif di atas kekuasaan
legislatif.
4.
Pimpinan
lembaga tertinggi dan tinggi negara dijadikan menteri negara, yangberarti sebagai pembantu
presiden.Selain penyimpangan-penyimpangan tersebut masih banyak
penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan ketatanegaraan yang seharusnya berdasarkanpada
UUD 1945. Karena pelaksanaan yang inskonstitusional
itulah maka berakibatpada ketidak stabilan dalam bidang politik, ekonomi terutama dalam
bidangkeamanan. Puncak dari kekuasaan Orde Lama tersebut ditandai
denganpemberontakan G30S.PKI. syukur alhamdulillah pemberontakan tersebut
dapatdigagalkan oleh rakyat Indonesia terutama oleh generasi muda.Dengan
dipelopori oleh pemuda, pelajar, dan mahasiswa rakyat Indonesia menyampaikan
Tritula (Tri Tuntutan Rakyat) yang meliputi,
a.
Bubarkan
PKI.
b.
Bersihkan
kabinet dari unsur-unsur KPI.
c.
Turunkan
harga/perbaikan ekonomi.
Gelombang gerakan rakyat
semakin besar, sehingga presiden tidak mampulagi mengembalikannya,maka
keluarlah surat perintah 11 maret 1966 yangmemberikan kepada Letnan Jenderal
Soeharto untuk mengambil langkah-langkahdalam mengembalikan keamanan negara.
Sejak peristiwa inilah sejarahketatanegaraan Indonesiadikuasai oleh kekuasaan
Orde Baru (Dardji Darmodihardjo 1979).
Orde Lama berlangsung dari
tahun 1945 hingga 1968. Dalam jangka waktu tersebut, Indonesia menggunakan
bergantian sistem ekonomi liberal dan sistem ekonomi komando. Di
saat menggunakan sistem ekonomi liberal, Indonesia menggunakan sistem
pemerintahan parlementer.Presiden Soekarno di gulingkan waktu Indonesia
menggunakan sistem ekonomi komando.
Pemerintahan Soekarno pada
era 1960-an, masa ekonomi surut di Indonesia.Saat itu harga-harga melambung
tinggi, sehingga pada tahun 1966 mahasiswa turun ke jalan untuk mencegah rakyat
yang turun.Mereka menuntut Tritura. Jika saat itu rakyat yang turun, mungkin
akan terjadi people power seperti yang terjadi di Philipina.
Pemerintahan
Rezim Militer (Orba) cukup baik pada era 1970-an dan 1980-an, namun akhirnya
kandas di penghujung 1990-an karena ketimpangan dari pemerintah itu sendiri. Di
pemerintahan Soekarno malah terjadi pergantian sistem pemerintahan
berkali-kali.Liberal, terpimpin, dsb mewarnai politik Orde Lama. Rakyat muak
akan keadaan tersebut. Pemberontakan PKI pun sebagian dikarenakan oleh
kebijakan Orde Lama. PKI berhaluan sosialisme/komunisme (Bisa disebut Marxisme
atau Leninisme) yang berdasarkan asas sama rata, jadi faktor pemberontakan
tersebut adalah ketidakadilan dari pemerintah Orde Lama.
Pada
masa Orde lama, Pancasila dipahami berdasarkan paradigma yang berkembang pada
situasi dunia yang diliputi oleh tajamnya konflik ideologi.Pada saat itu
kondisi politik dan keamanan dalam negeri diliputi oleh kekacauan dan kondisi
sosial-budaya berada dalam suasana transisional dari masyarakat terjajah
(inlander) menjadi masyarakat merdeka.Masa orde lama adalah masa pencarian
bentuk implementasi Pancasila terutama dalam sistem kenegaraan.Pancasila
diimplementasikan dalam bentuk yang berbeda-beda pada masa orde lama. Terdapat
3 periode implementasi Pancasila yang berbeda, yaitu periode 1945-1950, periode
1950-1959, dan periode 1959-1966.
Orde
Lama telah dikenal prestasinya dalam memberi identitas, kebanggaan nasional dan
mempersatukan bangsa Indonesia. Namun demikian, Orde Lama pula yang memberikan
peluang bagi kemungkinan kaburnya identitas tersebut (Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945). Beberapa peristiwa pada Orde Lama yang mengaburkan
identitas nasional kita adalah; Pemberontakan PKI pada tahun 1948, Demokrasi
Terpimpin, Pelaksanaan UUD Sementara 1950, Nasakom dan Pemberontakan PKI 1965.
1.2.2 DINAMIKA
PELAKSANAAN UUD 1945 PADA MASA ORDE BARU
Orde baru di bawah pimpinan Soeharto pada awalnya untuk mengembalikan keadaan setelah pemberontakan PKI bertekad untuk mempelopori pembangunan nasional Indonesia sehingga orde baru juga sering di istilahkan sebagai orde pembangunan. Pada
saat itu bangsa Indonesia dalam keadaan yang tidak menentu baik yang menyangkut
bidang politik, ekonomi maupun keamanan. Dalam keadaan yangdemikian inilah
pada bulan Pebruari 1967 DPRGR mengeluarkan suatu resolusi yaitu meminta MPR(S)
agar mengadakan sidang istimewa pada bulan maret 1967. Sidang istimewa tersebut
mengambil suatu keputusan sebagai berikut :
1.
Presiden Soekarno tidak
dapat memenuhi tanggungjawab konstitusional dan tidak menjalankan GBHN
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.
2.
Sidang menetapkan
berlakunya Tap No. XV/MPRS/1966 tentang pemilihan/ penunjukan wakil presiden
dan tata cara pengangkatan pejabat presiden dan mengangkat Jenderal
Soeharto. Pengembangan Tap. No. 6 IX/MPRS/1966, sebagai pejabat
presiden berdasarkan pasal 8 Undang-Undang Dasar 1945 hingga dipilihnya
presiden oleh MPR hasil pemilihan umum.
Dalam
masa orde baru ini (1967-1997) pelaksanaan UUD 1945 belum juga murni dan
konsekuen, praktis kekuasaan presiden tidak secara langsung kekuasaan lembaga
tertinggi dan tinggi negara dibawah kekuasaan presidan tetapi seluruhnya hampir
dituangkan dalam mekanisme peraturan antara lain :
1. UU no.16/1969 dan UU
no.5/1975 tentang kedudukan DPR, MPR, DPRD.
2. UU no.3/1975 dan UU
no.3/1985 tentang parpol dan golkar.
3. UU no.15/969 dan UU
no.4/1975 tentang pemilu.
Pada
masa awal kekuasaan Orde Baru berupaya untuk memperbaiki nasib bangsa dalam
berbagai bidang antara lain dalam bidang politik, ekonomi, soaial,budaya
maupun keamanan. Di bidang politik dilaksanakanlah pemilu yang dituangkan
dalam Undang-Undang No.15 tahun 1969 tentang pemilu umum,
Undang-Undang No.16 tentang susunan dan kedudukan majelis permusyawaratan
rakyat, dewan perwakilan rakyat dan dewan perwakilan rakyat daerah. Atas
dasar ketentuan undang-undang tersebut kemudian pemerintah Orde Baru berhasil
mengadakan pemilu pertama.
Pada
awalnya bangsa Indonesia memang merasakan perubahan peningkatan nasib
bangsa dalam berbagai bidang melalui suatu program negara yang dituangkan
dalam GBHN yang disebut pelita (pembangunan lima tahun). Hal ini wajar dirasakan
oleh bangsa Indonesia karena sejak tahun 1945 setelah kemerdekaan
nasib bangsa Indonesia senantiasa dalam kesulitan dan kemiskinan.Namun
demikian lambat laun program-program negara buakannya diperuntukan kepada
rakyat melainkan demi kekuasaan. Mulailah ambisi kekuasaan orde baru
menjalar keseluruh sandi-sandi kehidupan ketatanegaraan Indonesia.
Kekuasaan orde baru menjadi otoriter namun seakan-akan dilaksanakan secara
demokratis.
Penafsiran
dan penuangan pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 tidak dilaksanakan sesuai
dengan amanat sebagaimana tertuang dan terkandung dalam Undang-Undang Dasar
tersebut melainkan dimanipulasikan demi kekuasaan. Bahkan pancasila
pun diperalat demi legitimasi kekuasaan dan tindakan presiden.Hal ini terbukti
dengan adanya ketetapan MPR No.II/MPR/1978. Tentang P-4
yang dalam kenyataannya sebagai media untuk propaganda kekuasaan orde
baru.Realisasi UUD 1945 lebih banyak memberikan porsi atas kekuasaan
presiden.Walupun sebenarnya UUD 1945 tidak mengamanatkan demikian.
1.2.3 DINAMIKA PELAKSANAAN PADA MASA REFORMASI
Kekuasaan Orde Baru di bawah
Soeharto sampai tahun 1998 membawa ketatanegaraan Indonesia tidak mengamanatkan
nilai-nilai demokrasi sebagaimana yang tergantung dalam Pancasila yang
mendasarkan pada kerakyatan dimana rakyat memiliki kekuasaan tertinggi dalam
Negara.
1.
Krisis Multidimensi dan Munculnya
Reformasi
Krisis moneter di
Indonesia dimulai dengan menurunnya nilai tukar rupiah. Hal itu memicu
penurunan produktivitas ekonomi serta munculnya fungsi institusi ekonomi dalam
mengatasi krisis tersebut. Hal ini kemudian mengarah pada munculnya krisis
legitimasi kepercayaan atas pemerintahan Orde Baru yaitu krisis kepercayaan
pada bidang politik, bidang hukum, bidang sosial dan bidang ekonomi.
Permasalahan krisis kepercayaan terhadap pemerintahan Orde Baru makin meningkat
dengan diangkatnya kembali Soeharto sebagai presiden Republik Indonesia.
Dimulai dari krisis ekonomi yang menghantam Indonesia pada medio 1997, efek
domino pun langsung mendera masyarakat Indonesia diberbagai lini. Penurunan
tingkat daya beli, munculnya krisis sosial, dan meningkatnya pengangguran
karena PHK menjadi permasalahan sosial yang krusial. Krisis politik, krisis
social, dan krisis legitimasi atas pemerintahan Orde Baru kemudian bermunculan sebagai
reaksi pertama.
2. Krisis ekonomi
Krisis ekonomi melanda Indonesia pada 1997, merupakan sebuah
efek domino dari krisis ekonomi Asia yang melanda berbagai Negara, seperti
Thailand, Filipina, dan Malaysia. Perkembangan ekonomi Indonesia telah mengalami
stagnansi sejak 1990-an.. barang-barang produksi Indonesia menjadi tidak
berdaya saing apabila dibandingkan dengan barang-barang luar negeri yang secara
bebas memasuki pasaran Indonesia. Oleh bank dunia, pembangunan ekonomi
tergolong berhasil apabila memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh Bank
Dunia. Syarat-syarat tersebut diantaranya adalah adanya peningkatan investasi
di bidang pendidikan, yang ditandai dengan peningkatan sumber daya manusia,
rendahnya tingkat korupsi yang ada di tataran pemerintahan, dan adanya
stabilitas dan kredibilitas politik.. adanya krisis moneter ditandai dengan
rendahnya mutu sumber daya manusia, tingginya tingkat korupsi di
instansi-instansi pemerintah, dan kondisi instabilitas politik. Perekonomian
Indonesia mengalami penurunan hingga mencapai 0% pada 1998.
3. Krisis Sosial
Suhu politik ditataran
elite yang makin memanas menimbulkan berbagai potensi perpecahan social di
masyarakat. Kelompok masyarakat yang menuntut presiden Soeharto mundur dari
pemerintahan diwakili oleh mahasiswa. Kelompok ini memiliki cita-cita reformasi
terhadap Indonesia. Organisasi yang berada pada jalur ini, diantaranya Kesatuan
Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) dan Forum Kota (Fosrkot). Meskipun
kedua organisasi mahasiswa tersebut memiliki napas perjuangan yang berbeda,
tetapi tetap memiliki tujuan yang sama, yakni menurunkan Soeharto dari kursi
kepresidenan, menghapus Dwi fungsi ABRI, dan mewujudkan reformasi Indonesia
secara optimal.
Kerusuhan sistematis
yang terjadi dibeberapa daerah di Indonesia pada 13-14 mei 1998, menjadi bukti
dari adanya pergesekan social antarmasyarakat. Munculnya berbagai kerusuhan
horizontal ini merupakan implikasi dari kebijakan ekonomi sentralistik yang
menimbulkan jurang pemisah kesejahteraan yang begitu tinggi antara pusat dan
daerah.
4. Krisis Politik
Proses aspirasi politik
ke pemerintahan tidak terdistribusi secara sempurna. Dengan demikian, proses
penyaluran aspirasi rakyat pun terhambat. Segala peraturan yang dibentuk oleh
MPR/DPR pada prinsipnya tidak berorientasi jangka panjang, melainkan
semata-mata bertujuan untuk memenuhi keinginan dan kepentingan para oknum-oknum
tertentu. Selain itu, budaya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) telah mengakar
kuat didalam tubuh birokrasi pemerintahan. Unsure legislative yang sejatinya
dilaksanakan oleh MPR dan DPR dalam membuat dasar-dasar hokum dan haluan Negara
menjadi sepenuhnya dilakukan oleh Presiden Soeharto. Kondisi ini memicu
munculnya kondisi status quo yang berakibat pada munculnya krisis politik, baik
itu dalam tataran elite politik maupun masyarakat yang mulai mempertanyakan
legitimasi pemerintahan Orde baru.
1.3 ANALISIS SIDANG DPR
“PILKADA LANGSUNG”
Analisis yang dilakukan dalam penilaian Sidang
paripurna pengesahan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU
Pilkada) yang diadakan pada hari kamis tanggal 26 september 2014 dapat
dinyatakan sebagai sidang yang tidak seharusnya dilakukan oleh para anggota
DPR, yang sebenarnya mereka adalah wakil dari rakyat yang berpendidikan tetapi
dalam persidangan dapat dilihat bahwa perilaku yang mereka lakukan tidak
mencerminkan seseorang yang berpindidikan tinggi. Dilihat dari cara mereka yang
mengajukan intrupsi dengan berbondong-bondong kepada pemimpin sidang, hingga
seperti anak Sekolah Dasar yang hendak bertanya kepada gurunya akan sesuatu
yang mereka tidak setujui. Kericuhan ini bermula pada saat salah satu fraksi
dari partai Demokrat yang meminta 10 syarat yang diajukan oleh partai Demokrat
dalam pelaksanaan PILKADA Langsung dikabulkan, dan beberapa fraksi dari partai
PDI-P, HANURA, serta PKB yang mendukung persyaratan yang diminta oleh partai
Demokrat. Fraksi lain yang tak sepakat melayangkan interupsi dan meminta segera
dilakukan voting untuk dua opsi antara pilkada langsung dan pilkada melalui
DPRD. Persidangan akhirnya sempat mengalami skors sehingga waktu persidangan
pun menjadi lebih lama dan semakin larut malam menimbulkan ketidak fokusan
anggota lainnya sehingga ada yang saat sidang sibuk dengan kegiatannya
masing-masing. Beberapa anggota DPR yang akhirnya tidak mendapat kesempatan berbicara
melalui microphone maju ke depan agar
dapat menyampaikan intrupsi mereka secara langsung kepada pimpinan sidang.
Politisi PDI-P Maruarar Sirait menjadi anggota DPR yang naik ke tempat di mana
pimpinan DPR duduk. Dari hasil analisis yang dilakukan pendapat yang dapat
diberikan adalah sebaiknya RUU pilkada tetap dilakukan melalui suara rakyat,
karena apabila melalui DPR akan dapat kemungkinan-kemungkinan terdapat
ketidakadilan salah satunya adalah korupsi, seperti yang diketahui RUU pilkada
pemilihan langsung saja masih sering terdapat anggota yang korupsi tidak dapat
dibayangkan apabila RUU pilkada dipilih oleh DPR tingkat korupsi yang terjadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar