Minggu, 10 Mei 2015

STUDI KASUS PERKEMBANGAN PENDUDUK

Indonesia terus menunjukkan kemajuan yang pesat untuk mengangkat populasinya yang besar keluar dari kemiskinan dan menyampaikan hasil kemajuan itu bagi seluruh warga negara. Namun demikian, jutaan anak dan kaum perempuan masih jauh tertinggal di peningkatan status negara menjadi negara berpenghasilan menengah dan masih banyak yang harus dikerjakan.
Misalnya, Indonesia masih memiliki jumlah orang tertinggi kedua yang buang air besar di tempat terbuka karena mereka tidak memiliki jamban yang memadai. Indonesia adalah negara ketiga terbesar dalam jumlah anak yang belum diimunisasi dan kelima terbesar dalam jumlah anak yang menderita hambatan pertumbuhan, yang sangat berdampak pada kemampuan mereka untuk mengembangkan potensi fisik dan mental mereka secara penuh. Apakah seorang anak akan hidup atau meninggal, bersekolah atau dilindungi dari penyalahgunaan banyak tergantung dari dimana mereka tinggal, seberapa miskin keluarga mereka dan bahkan apakah ia laki-laki atau perempuan.
Kelangsungan hidup dan perkembangan anak
1.        Memprioritaskan gizi anak
Gizi buruk, terutama pertumbuhan yang terhambat, merupakan sebuah masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Untuk mengatasi tantangan itu, UNICEF mendukung sejumlah inisiatif di tahun 2012 untuk menciptakan lingkungan nasional yang kondusif untuk gizi. Ini meliputi peluncuran Gerakan Sadar Gizi Nasional (Scaling Up Nutrition – SUN) dan mendukung pengembangan regulasi tentang pemberian ASI eksklusif, rencana nasional untuk mengendalikan gangguan kekurangan iodine, panduan tentang pencegahan dan pengendalian parasit intestinal dan panduan tentang suplementasi multi-nutrient perempuan dan anak di Klaten, Jawa Tengah. Manajemen masyarakat tentang gizi buruk akut dan pemberian makan bayi dan anak menjelma menjadi sebuah paket holistik untuk menangani gizi buruk, sementara pengendalian gizi anak dan malaria ditangani bersama untuk mencegah pertumbuhan yang terhambat (stunting).
2.        Menjangkau anak dan perempuan dengan pelayanan kesehatan berdampak besar
Di samping gizi, intervensi kesehatan berdampak besar lainnya didukung secara nasional dan berdasar. Dengan dukungan dari UNICEF, Cluster Island Approach, yang mengintegrasikan pelayanan kesehatan ibu dan anak di semua kelompok di pulau-pulau terpencil, dijadikan model di Maluku Tengah Barat. Inisiatif tersebut dikembangkan ke 11 kabupaten di propinsi Maluku. Rumah tunggu ibu untuk ibu hamil yang beresiko juga dimasukkan dalam inisiatif tersebut. Kemajuan juga dilakukan dalam manajemen kasus masyarakat (Community Case Management – CCM) dari penyakit anak yang besar di Papua, dimana CCM direplikasi melalui program Flying Health Care di delapan kabupaten, dan secara nasional melalui pengembangan manajemen terpadu berbasis masyarakat nasional untuk panduan penyakit anak, menggunakan pelajaran yang dipetik di lapangan.

TEMPO.CO, Kupang - Sebanyak enam balita usia di bawah 5 tahun (balita) meninggal di Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 2014 karena menderita gizi buruk. "Ada enam anak yang meninggal karena gizi buruk," kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTT Stef Bria Seran dalam acara workshop penguatan jurnalis untuk advokasi di bidang kesehatan ibu dan anak, Kamis, 12 Maret 2015. Pada 2014, menurut Stef Bria, 361.696 anak ditimbang. Dari jumlah itu, 310.497 anak bergizi normal, 27.327 anak gizinya bermasalah dengan jumlah gizi kurang 23.963 balita, dan 3.351 anak mengalami gizi buruk. Dari total balita yang mengalami gizi buruk, 13 anak kelainan klinis yang enam di antaranya meninggal. Data ini menunjukkan kasus gizi buruk di NTT masih ditemukan karena pola makan anak kurang diperhatikan. Karena itu, ucap dia, jika ada balita dengan gizi buruk,
Dinas Kesehatan yang disalahkan. "Jangan kami saja yang disalahkan jika ada balita gizi buruk," tutur Stef Bria. Sebab, kata dia, semua pihak harus bertanggung jawab dengan adanya gizi buruk di daerah ini, seperti Dinas Pertanian yang harus menyiapkan makanan bergizi bagi anak. Namun dia mengakui masih tingginya angka gizi buruk di NTT karena faktor kemiskinan. "Masyarakat miskin sulit beli makanan yang sehat untuk anak mereka," ucapnya. Stef Bria menjelaskan, untuk menekan angka gizi buruk, anak dengan gizi bermasalah harus ditangani secara dini, karena jika tidak tertangani akan menjadi gizi kurang dan gizi buruk yang berujung pada kematian. "Penanganan harus dimulai sejak gizi anak dianggap bermasalah. Jangan tunggu sudah gizi buruk baru mau ditangani," tuturnya. Kegiatan workshop penguatan jurnalis untuk advokasi di bidang kesehatan Ibu dan anak melibatkan sedikitnya 22 jurnalis, seperti koresponden, kontributor, dan jurnalis media lokal.

Gizi buruk dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait . Secara langsung dipengaruhi oleh 3 hal, yaitu anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang, anak tidak mendapat asupan gizi yang memadai dan anak mungkin menderita infeksi penyakit . Ketiga penyebab langsung tersebut diuraikan sebagai berikut:
Pemberian makanan bergizi seimbang. Bayi dan balita tidak mendapat makanan yang bergizi, dalam hal ini makanan alamiah terbaik bagi bayi yaitu Air Susu Ibu (ASI), dan sesudah usia 6 bulan anak tidak mendapat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat, baik jumlah dan kualitasnya. MP-ASI yang baik tidak hanya cukup mengandung energi dan protein, tetapi juga mengandung zat besi, vitamin A, asam folat, vitamin B serta vitamin dan mineral lainnya. MP-ASI yang tepat dan baik dapat disiapkan sendiri di rumah. Pada keluarga dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah seringkali anaknya harus puas dengan makanan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi balita karena ketidaktahuan. Pola pengasuhan anak. Suatu studi "positive deviance" mempelajari mengapa dari sekian banyak bayi dan balita di suatu desa miskin hanya sebagian kecil yang gizi buruk, padahal orang tua mereka semuanya petani miskin. Dari studi ini diketahui pola pengasuhan anak berpengaruh pada timbulnya gizi buruk. Anak yang diasuh ibunya sendiri dengan kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan, mengerti soal pentingnya ASI, manfaat posyandu dan kebersihan, meskipun sama-sama miskin, ternyata anaknya lebih sehat. Unsur pendidikan perempuan berpengaruh pada kualitas pengasuhan anak. Sebaliknya sebagian anak yang gizi buruk ternyata diasuh oleh nenek atau pengasuh yang juga miskin dan tidak berpendidikan.

http://www.unicef.org/indonesia/id/UNICEF_Annual_Report_(Ind)_130731.pdf
http://www.tempo.co/read/news/2015/03/12/058649351/Gizi-Buruk-Tewaskan-Enam-Balita-di-NTT

http://kalteng.litbang.pertanian.go.id/ind/pdf/all-pdf/peternakan/fullteks/lokakarya /pbadan07-4.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar